Selasa, 16 Maret 2010

CINTA YANG MENDALAM MENUJU KEMATIAN

Orang yang malu karena Allah adalah orang yang takut akan siksaannya. Begitulah perasaan yang dimiliki oleh seorang pemuda yang taat akan perintah dan larangan-Nya. Diceritakan bahwa di suatu tempat, di mana tempat tersebut memiliki kharismatik yang bernuansa Islami, tepatnya di kota Tasik. Alkisah, cerita ini merupakan kisah yang pernah dialami oleh seorang pemuda, sebut saja namanya Ilyas. Ilyas merupakan anak pendiam, pemalu dan sopan terhadap orang tua, guru dan teman-temannya.

Ketika Ilyas menginjak masa-masa remaja, dikatakan bahwa dia tertarik pada salah seorang perempun yang bernama Dea Anggraini, sewaktu rombongan jiarah ke tempat para wali, Banten. Pada awal berangkat, tidak ada sekecil apaun niat pada dirinya untuk mencari pasangan hidup. Tapi entah kenapa pada saat itu dirinya begitu terpesona akan keindahan dan pancaran raut wajah si gadis jelita. Wajah yang terlihat lelah dan gerah membuat raut wajah gadis itu kemerahan-merahan. Sehingga pada saat itulah Ilyas mendapatkan magnet cinta yang sedang dirasa. Ilyas melirik kesana kemari sambil mengikuti jejak langkah sang bidadari. Tapi apa dayalah yang membuat hatinya merasa dosa ketika teringat akan niat pergi kesana (jiarah). Sehingga detik itupun juga Ilyas berhenti untuk menghilangkan arung niatnya. Dan diapun berpikir sejenak “Jodoh, hidup dan mati sudah ditentukan oleh Allah SWT” . Jadi, menurutnya dia tidak terlalu cemas akan hal yang terlintas di benaknya.

Waktu jiarahpun berlalu, godaan dan angan-angan datang menghampiri lagi. Mungkin karena factor teman yang membuat dirinya mengarungi kembali niat untuk bisa kenal dengannya (Dea). Para ahli juga berkata bahwa, kepribadian seseorang akan berubah, salah satunya karena factor lingkungan. Jadi, tak beda jauh sama apa yang sedang Ilyas alami sekarang. Niatnya semakin menggebu-gebu, tingkah lakunya mulai aneh. Dari yang tadinya pemalu, sekarang jadi blak-blakan tak karuan.

Rasa cintalah yang membuat dirinya berubah. Hingga akhirnya Ilyas nekad bertanya ke teman kelasnya, yang mana saat itu dia teringat sama teman, bernama Siti. Dan kebetulan teman kelasnya itu merupakan teman sepengajian. Dan saat itulah Ilyas curhat panjang lebar sambil menceritakan niat bahwa dia suka sama Dea. Ilyaspun pertama kali menitipkan salam kenal ke Siti untuk Dea.
Satu hari berlalu, Ilyaspun bangun pagi dengan semangat dan mandi untuk bergegas pergi ke sekolah. Bel sekolah berbunyi, diapun bergegas menemui Siti dengan niat bertanya tentang kabar darinya. Kabar baguslah yang begitu kesima dibuatnya. Kehampaan hati yang selalu sendiri, seakan-akan terhimpit oleh berita yang dibawa. Rasa bahagia terus mewarnai hati. Mimpi yang telah lama didambakan, akhirnya kesampaian.

Rasa penasaran dari hari ke hari begitu menggelora, mereka satu sama lain mengirimkan surat. Dalam suratnya, Ilyas menulis, “ Aku telah lama memperhatikanmu sejak dulu, tepatnya ketika aku jiarah bersama, dan akupun terpesona akan kecantikanmu. Hingga detik inilah aku selalu memikirkan dan ingin bertemu”. Membaca isi suratnya, Dea membalas, “Sebenarnya aku juga sudah tahu maksud kamu ketika mendengarkan cerita dari teh Siti. Jadi, aku juga selalu menanyakan hal sama apa yang selalu kamu tanyakan sama dia.”
Membaca surat yang mereka dapati, akhirnya ada suatu kecocokan hati yang mereka rasakan. Tepatnya di minggu siang, mereka saling bertemu pergi ke kota dengan dekupan hati, bergetar jiwa pergi bersama. Satu sama lainya tersipu malu, Ilyaspun mulai bertanya dengan membuka pertanyaan. Nuansa saat itu begitu terasa akrab karena alunan perkataan yang dilontarkan. Dan selanjutnya merekapun menjalin suatu hubungan ke jenjang yang begitu mendalam.

Namun, ketika empat bulan sedang asyik menjalin hubungan, tiba-tiba hubungan mereka harus berhenti gara-gara kepergok berdua oleh orang tua Dea. Orang tuanyapun pergi membawa dia ke rumah sambil memarahinya. Sejak saat itulah mereka pisah dan menurut cerita, Dea pergi mondok ke luar kota. Kontak-kontakanpun mereka lakukan, hingga sampailah waktunya mereka saling bertemu. Akan tetapi, pada saat itu bukan rasa bahagia yang Ilyas dapatkan, tapi rasa kecewa yang didengar, bahwa Dea akan dijodohkan dengan seorang ustadz di kampungnya. Suarapun begitu hening, tangisan keluar dengan dibarengi tetesan air mata. Kemudian mereka berdua saling memaafkan dan mendo’akan.

Selanjutnya Ilyas pulang dengan perasaan sedih dan hampa tak karuan. Tiap hari bayangan dia selalu ada untuknya, makan minum tak terasa, hidup seakan-akan tidak berguna, sampai-sampai dia sakit begitu lama. Orang tuanyapun memperhatikan dan mulai bertanya, “Ada apa dengan diri kamu ini, apa yang terjadi?”. Dan akhirnya orang tua Ilyaspun mengetahui permasalahannya.

Hingga suatu saat, Ilyas membebaskan dirinya dari dunia, beban dan pikiran yang dipikul dia lepaskan, dan iapun mulai rajin beribadah seperti biasa. Sekarang dia hanya bisa bersabar, pasrah kepada Sang Pencipta. Selain dari pada itu, di dalam menjalani segala aktifitasnya dia harus dibantu oleh kedua orang tua. Sebab dari hari ke hari tubuhnya semakin kurus, lantaran cinta dan rindu kepada sang pujaan. Selanjutnya Ilyaspun jatuh sakit dan menderita lahir bathin selama beberapa bulan.
Ketika dia sudah tahu kalau ajal akan segera tiba, iapun meminta permohonan terakhir kepada orang tuanya untuk bisa bertemu dengan gadis pujaan. Karena kasihan melihat anaknya menderita, orang tuanyapun menelepon Dea agar bisa datang untuk menjenguknya. Atas dasar berita tadi, gadis itu meminta ijin kepada orang tuanya, namun apa yang terjadi??? Orang tuanya tidak mengijinkan untuk pergi, sebab malam sudah larut dan jam dindingpun menunjukkan jam 22:00 WIB.

Perasaan yang sudah hancur atas tidak direstui oleh orang tuanya, gadis itupun masuk ke kamar dan mengurung diri sendiri di dalam, sambil berdo’a kepada Tuhan agar dia bisa menjenguk lelaki pujaannya. Atas do’a yang telah ia panjatkan, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar, dan orang tuanya berkata, “Silahkan pergi, asalkan kita sekeluarga ikut menjenguk bersama”. Mendengar hal itu, ia bahagia dengan cepatnya keluar bergegas untuk pergi ke rumah sakit. Namun takdir berkata lain, hidup mati seseorang tidak bisa ditunda-tunda dan sudah ditentukan oleh Sang Maha Kuasa. Begitu pula dengan kematian Ilyas, padahal saat itu gadis yang telah lama ditunggu akan segera tiba, tetapi dia sudah keburu meninggal dunia.

Suara takbir serta tangisanpun mengiringi kematian, sampai-sampai suara itu terdengar ke luar. Dea dan sekeluarga tergesa-gesa memasuki ruangan. Dengan tidak percaya karena melihat bahwa lelaki pujaannya telah tiada, Dea menangis dan terkulai jatuh ke lantai. Selain perasaan bersalah karena cinta padanya, dia juga merasa berdosa. Sebab malam itu dia tidak bisa memenuhi keinginan di akhir hidupnya untuk berjumpa. Atas kesalahan-kesalahan yang telah mereka perbuat, khususnya dari pihak keluarga Dea, merekapun tak lupa meminta maaf serta memanjatkan do’a untuknya. Dengan berlapang dada, keluarga Ilyaspun memaafkan dan saling memaafkan satu sama lainnya. Dan akhirnya, Ilyaspun pergi dengan tenang meninggalkan keluarga dan dunia untuk selamanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar